PUISI-PUISI*
Reinard L. Meo
Peminat sastra, Penghuni
Wisma St. Mikhael
Seminari
Tinggi St. Paulus, Ledalero, Maumere
..7 Hari dalam Rahim Bumi Riung..
Segalanya
terpampang bak fatamorgana
Tak
tahu persis bagaimana akan memulai
Dan
pada nada mana sujud syukur terburai
Pada
mulanya adalah rindu
Rindu
bersua bersama rasa letih
Dan
keduanya kawin dalam kuah asam di Bekek berkabut
Kerling
matanya serasa menggoda
Merangsang
bagai bibir pantai Nangamese
Lalu
kayuh sampan itu gincu yang tak takut pudar
Dari
kejauhan daun merongge melambai
Belimbing
pun tak mau kalah
Melonjak
seperti bayi dalam Rahim bunda
Seketika
pun kelelawar tertawa geli
Terbongkar
dari pucuk mahoni
Bercanda
sembari mengolok kawanan anjing
Setelah
itu senja selalu menawan
Mentari
pun terbirit pergi ke balik bukit
Dan
pelaut melepaskan tali pada rongsokan ikan Golo Ite
Lalu
karang, pasir putih, bakau, serta nyiur melambai
Semuanya
sedap disantap raga
Mendekam
dalam kedalaman decak kagum
Sepanjang
jalan harapan itu
Dengan
mentari dan sayup angin yang menjilat
Keringat
adalah bukti daya juang
Kemudian
harus kuakui
Aku
jatuh cinta padamu
Tertambat
pada senyum damai yang menyambut
Pada
tangan kasih yang menarik
Pada rona wajah yang membimbing
Dan
akhirnya pada doa yang mendukung
Cintaku
jatuh pada pelupuk matamu
(Riung,
09 Januari 2014, pada malam perpisahan)
..Cumbuan..
Sebuah cumbuan paling bergaiarah
Adalah cumbuan ombak dan karang
Tak ada belas kasihan
Tak kenal batas kemampuan
Menjalar sampai ke akar
Menyentuh hingga pusat
Terus-menerus
Dalam irama melodi tawa
Jika aku dilahirkan sebagai ombak
Maka kumau TUHAN,
KAU karangnya…
(Ledalero, Kamis, 31 November 2013)
..Biarkan..
Biarkan raga-MU kurangkul
Seperti terik meraup mawar
Biarkan kemah-MU kuhampiri
Seperti pelari menanti batas
(Ledalero, Kamis, 31 November 2013)
(*puisi-puisi ini pernah dimuat di HU Flores Pos, 28 Januari 2014)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar