Kamis, 24 April 2014

Catatan tentang PASKAH



..mungkin dapat dikatakan sebagai ‘janin’ prosa lirik..

Kepada
para pelantun lamentasi,
para penenun tangisan, dan
para penyadap debu sepi,             
rentetan sabda ini kutitipkan (di antara bulu-bulu mata kalian)

11:28, pada minggu daun-daun

_ “IA telah bangkit…!” (Luk. 24:6)_

Kegalauan kita, mirip situasi yang membias dari terminologi ini : HAMPA.
Kita memulai dan mengakhiri setiap gelagat detik dengan sebuah halusinasi, 
”Ah…mungkin akan gagal!”
Kita seperti penyadap tuak putih yang salah memungut pisau, yang keliru memilih nadi pohon, yang mungkin malu menggotong batang bambu. Kita irasional dalam bentangan totalitas multitafsir.

Kita memilih beranak-pinak dalam bimbang, padahal kita bukan tawanan korban tindakan rasis a la Hitler. Bukan pula oknum-oknum yang ’dipenjara’ dalam gua Plato, apalagi hamba-hamba yang menyembah terorisme Timur Tengah.

Kesendirian kita, kita ibarat anak ayam yang ditinggal pergi sang bunda, oleh sebab ritus kultural yang riskan, yang selalu meminta darah kurban demi legitimasi.

Kita kerap berbagi bisik,
“Aku seperti ingin wafat juga. Kepergiaan-Nya partuskan duka!”
Kita condong putus dalam asa, hiruk dalam pikuk, serta gunda dalam gulana.
Kita kehilangan ‘figur kaya inspirasi’ oleh sebab maut dan ketidaksadaran kita akan dosa serta selaksa muslihat yang kita telurkan.
Kita lantas ngotot bertanya, memvonis realita yang terlampau tajam merobek sukma.

Hingga saat kita mesti memutuskan untuk independen, untuk otonom,
sebilah tutur dari mulut ‘makhluk putih’ dalam liang lahat itu,
tersembur…..lebih agung dari orasi Obama, juga lebih menggentarkan dari moncong senjata 4 prajurit dalam ‘Lone Survivor’.
“IA telah bangkit…”



Sabda ini mengingatkan kita, lantaran berita dari gonggongan anjing
bahwa ibu telah pulang dari ladang, ayah telah kembali dari perburuan,
selalu persuasif, menarik insting kita.

Kita sejenak membuat hermeneutika
atas isi dalam tas karung ibu……….dan tentengan ayah.
Dan persis itulah yang mengingatkan saya,
“Saya selalu rindu pulang kampung, rindu nenas dalam tas karung Oma,
dan lemak babi hutan di tangan Sang Paman” seperti saya rindu

akan IA yang telah bangkit…..!                                                                         

  (R. L. Meo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar