Kamis, 27 Februari 2014

SOS CV , Orang Samaria, dan Solidaritas



SERBA ANEKA

SOS CV , Orang Samaria, dan Solidaritas


Oleh Reinard L. Meo
Mahasiswa STFK Ledalero,
tinggal di Wisma Mikhael


Sekilas tentang SOS CV
         
          Save Our Souls Children’s Village (selanjutnya SOS CV) merupakan sebuah organisasi nirlaba non-pemerintah, yang aktif berkarya di bidang hak-hak anak. Sejak tahun 1949, SOS dengan Swiss sebagai rumah induk, hingga kini telah melebar di 132 negara dengan komitmen membantu kebutuhan anak-anak yang rentan atau telah kehilangan pengasuhan orang tuanya. Di Indonesia sendiri, SOS CV mengabdi sejak tahun 1972 dan tiap tahun diaudit oleh Akuntan Publik Prasetyo Utomo, SVG, Arthur Anderson, Ernest & Young, dan BDO. SOS CV bergerak dalam spirit visi setiap anak dibesarkan dalam keluarga dengan Kasih Sayang, Rasa Dihargai, dan Rasa Aman. Misinya juga sangat menggugah; mendirikan keluarga-keluarga bagi anak yang kurang beruntung, membantu mereka membentuk masa depannya sendiri, dan memberi kesempatan kepada mereka untuk berkembang dalam masyarakat. Lalu nilai-nilai luhur yang memotivasi; keberanian (kami berbuat), komitmen (kami memegang janji), kepercayaan (kami saling percaya), dan bertanggung jawab (kami adalah mitra yang dapat diandalkan). Kemudian prinsip kerja SOS CV bersama anak-anak, keluarga, dan komunitasnya dijabarkan melalui intervensi program di 3 sektor urgen, yakni pengasuhan (pengasuhan langsung, perlindungan, pangan dan nutrisi, serta papan), pendidikan (formal, non-formal, dan informal), dan kesehatan (preventif, kuratif, dan bantuan psycho-social). Di antara 9 kota di Indonesia, SOS CV Flores berdiri bagai ‘mentari rahmat’ di Waturia, Maumere. SOS CV Asia, berpusat di India.

Orang Samaria dan Valentine Perayaan Solidaritas

Yesus, melalui perumpamaan Orang Samaria yang Murah Hati (Bdk; Luk. 10:25-37), mengejawantahkan lebih lanjut rasionalisasi yang coba dibangun oleh seorang Ahli Taurat. “Dan, siapakah sesamaku manausia?” Yesus menjawab, “Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan ke tempat itu, dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.”  Hemat saya, nada dasar yang coba disodorkan Yesus melalui perumpamaan reflektif ini ialah perihal solidaritas. Jika tidak keberatan, Orang Samaria yang Baik Hati dapat di-atau-kan, Orang Samaria yang Solider. Solidaritas itu sendiri, dalam kemegahan transformasi zaman dewasa ini, tetap menjadi tema yang dualisitis. Di satu pihak terus diserukan, dan di lain pihak, masih menjadi semacam hal yang tidak punya cukup alasan untuk dikatakan sederhana. Pater Paul Budi Kleden, SVD, dalam salah satu opini reflektifnya (Radikalitas Paskah, PK, 23 April 2013) menulis tentang solidaritas. Beliau sepakat, kata Bahasa Indonesia yang sepadan dengan kata solidaritas ialah setia kawan. Bahwasannya, solidaritas itu dibangun dalam iklim kesetaraan. Kesetaraan itu mengikat orang dalam satu jaringan solidaritas. Dan karena manusia terikat dalam pelbagai jaringan seperti keluarga, partai politik, atau tempat kerja, maka muncul pula pelbagai bentuk solidaritas. Solidaritas dikonstruksi di atas dasar kesadaran dan perasaan yang mengindikasikan kesetaraan para samasaudara. Sebab itu, tidak ada yang namanya solidaritas dalam sebuah relasi absolut antara tuan dan hamba, atau atasan dan bawahan, atau selama kesadaran dan perasaan sebagai kelompok mayoritas dan kelompok minoritas, masih sangat dominan. Lebih lanjut, Pater Budi menekankan esensi Paskah sebagai momen solidaritas Allah. 



Gambar 8. Adik-adik SOS yang belum Sambut Baru, berbaris menerima berkat dari Pater Ignas, SVD.

Dalam terang Injil dan serpihan refleksi Pater Budi, saya berani membuat semacam permenungan pribadi, bahwa atas nama gerakan karitatif dan gerakan kemanusiaan universal, SOS CV hadir sebagai Orang Samaria yang hidup aktual hingga saat ini. Ibu Mery, seorang pengasuh anak-anak yang pada umumnya harus menerima takdir sebagai yatim-piatu atau yang dililit rantai kemiskinan, mengisahkan sekilas tentang berdirinya SOS CV Flores di Maumere. Diceritakan, SOS CV Flores berdiri pascabencana 1992, gempa dan tsunami yang hingga kini masih menjadi luka dan sesekali membangkitkan trauma mendalam. SOS CV Flores bergerak atas spirit solidaritas, sebagai ekspresi turut ambil bagian atas nilai kemanusiaan yang ‘dilecehkan’ oleh keganasan alam. Jika para anak korban bencana dan anak-anak lainnya yang dihimpit derita adalah seperti seorang yang jatuh ke tangan penyamun-penyamun, maka tidak ada alasan sekuat apapun yang dapat menegasi bahwa SOS CV Flores adalah Orang Samaria yang Baik Hati (tanpa harus melacak lebih jauh, dalam wujud apa dua orang yang lewat sebelum orang Samaria). SOS CV Flores sama tergerak oleh belas kasih, membalut luka-luka dengan mendirikan komunitas besar, menyirami dengan minyak kesehatan serta anggur pengasuhan dan pendidikan, serta mengumpulkan lebih banyak anak, diangkut dengan keledai cinta (keledai yang juga memikul Yesus memasuki Yerusalem), dan menitipkannya pada belaian tangan Tuhan dalam diri pengasuh-pengasuh lokal kita. SOS CV Flores, juga menjadi Yerusalem bagi Yesus-Yesus kecil.
Dari perspektif yang hampir mirip, Pater Avent Saur, SVD (Staf Redaksi Flores Pos), menyoroti soal solidaritas sosial. Beliau angkat bicara; yang memotori setiap gerakan solidaritas ialah kebutuhan sesama. Kesetiakawanan diwujudkan kepada siapa saja yang membutuhkannya, entah orang itu mengatakan atau memperlihatkan bahwa ia sedang membutuhkan, atau juga kebutuhan orang itu terbaca oleh orang lain. Senada dengan gagasan altruis ini, pada Minggu, 16 Februari 2014, segenap anggota komunitas Wisma St. Mikhael, Ledalero, merayakan valentine bersama seluruh warga SOS CV Flores. Misa bersama, bergembira bersama dalam aksi dan kreasi, hingga berbagi kisah, duka, pengorbanan, motivasi, dan inspirasi, cukup bagi saya untuk memberi makna baru bagi valentine sebagai perayaan solidaritas. Cinta kasih masih kurang sama sekali bila hanya diukur melalui kado, atau pesta besar-besaran atau sejenisnya. Ketika relasi tuan dan hamba itu sirna, ketika yang lebih utama adalah kebutuhan sesama, di situlah valentine menemukan maknanya. Valentine nirmakna terhadap wacana tanpa karya, lost identity terhadap ambisi tanpa aksi. Pada titik ini, Komunitas Wisma Mikhael mencoba untuk juga menjadi orang Samaria.   
   Pater Budi menulis tentang solidaritas sebagai inisiatif Allah menyelamatkan manusia dan Pater Avent menulis tentang solidaritas sebagai apresiasinya terhadap sejumlah masyarakat yang peduli terhadap sesama yang menderita. Jumlah anak yang makin banyak, meminta aksi-aksi solidaritas kita juga diharapkan jatuh di sudut Waturia. Anak-anak dan adik-adik kita, sedang menunggu kunjungan dan uluran kasih kita di sana, juga doa-doa dan amal kita bagi korban bencana letusan Gunung Kelud. Jika kita berani menjadi orang-orang Samaria yang solider, maka sesungguhnya kita telah merayakan valentine itu setiap hari, setiap waktu, ke mana hati kita melangkah. Dengan demikian, kita masing-masing menulis tentang solidaritas sebagai cinta yang berani menggugat egoisme. Terima kasih berlimpah bagi SOS CV Flores, Waturia!***







Tidak ada komentar:

Posting Komentar